Kamis, 08 November 2012

Kafa


Oleh: Siti Nur Banin
            Namanya Kafa, orang bilang Kafa itu tak waras. Sebagian lagi menganggap Kafa ditempeli setan kepala. Seperti apa itu setan kepala, bahkan mereka yang menggunjing pun tak tahu menahu. Alasan mereka mendebatkan Kafa adalah sikap janggalnya yang dibawa sejak kecil. Kafa adalah remaja enam belas tahun yang bibirnya tak pernah mengeluarkan bunyi yang memiliki arti. Bukan cacat fisik yang menyebabkan bibirnya tak sanggup berkata-kata. Orang kampung lebih senang menggunjingkan perkara ini sebagai akibat kelakuan Danarto-bapak si Kafa, yang tak pernah mencontohkan bunyi-bunyian bahasa semenjak Kafa masih kecil. Namun, kejanggalan yang dimaksud bukan karena ia tak mampu berkata-kata. Kafa mulai digunjingkan tak waras semenjak ia gemar mengoleksi kepala. Di bilik kamarnya yang ciut ada puluhan kepala berbagai binatang yang diletakkan di atas kasur dan bantalnya. Jika tak sengaja di jalan ia menemukan kucing tertabrak mobil dan mati, maka kepala kucing itu akan dipotong dan dibawa pulang. Jika Kafa sedang jalan-jalan di pasar dan melewati tukang jagal ayam, maka dengan bunyi khasnya “haooohh....haoooh...haooohh....” si tukang jagal lebih memilih memberikan beberapa kepala ayam pada Kafa ketimbang harus mendengar bunyian ganjil yang keluar dari mulutnya.
            Kafa memperlakukan kepala-kepala itu layaknya mereka adalah bayi yang rapuh. Ia menggendong mereka, menyelimuti mereka, dan tak jarang Kafa berbincang-bincang sendiri dengan para kepala. “Haooh... haooooh... haoooh...” begitu terus dengan berbagai mimik. Jika ada kepala yang mulai membusuk, lagi, Kafa akan mengucap “Haoooh” dengan nada sedih, lantas mengubur kepala itu di halaman belakang rumah. Sempat si Danarto melarang Kafa mengoleksi bangkai kepala, Kafa memang nurut tapi bunyi “Haoooh”-nya tak mau berhenti sepanjang malam. Dengan geram akhirnya Danarto membiarkan saja laku aneh anaknya itu.