Senin, 13 Agustus 2012

Emak saya, Internet, dan 2010


Ini adalah naskah yang memenangkan lomba Kisahku di 2010 yang diadakan oleh Yahoo! Indonesia, tahun 2010. Benar-benar saya tak menyangka sebab kisah ini begitu sederhana, juga biasa. Namun, begitulah, mungkin Tuhan kasihan pada perjuangan saya ketika hendak mengikuti lomba ini, maka saya diridhoi-Nya sebagai pemenang 1 dan mendapatkan iPad. Ya, mungkin Tuhan kasihan, entahlah^^

Saya ini seorang gadis miskin anak dari janda miskin pula. Saat teman-teman saya sibuk mendaftar ke PTN, saya hanya diam.  kawan, kuliah itu hanya untuk yang berduit dan tak berduit tapi pintar. Betapa malangnya saya ini karena bukan termsuk ke dalam dua golongan tersebut.
Yang lebih menyayangkan lagi, selain miskin dan tidak pintar, saya ini juga tak tahu malu, Kawan. Begitu mengetahui ada lowongan beasiswa penuh, saya yang bodoh dan miskin punya ini ke-PD-an mendaftar. tak peduli alam telah memperingatkan saya dengan menurunkan hujan deras saat saya akan mengeposkan berkas, tak peduli pak pos jengkel bukan main karena saya tiba saat kantor pos hampir tutup, tak peduli, sungguh saya ini tak tahu malu.
Sebulan lewat, saya mulai pesimis sebab ribuan nyawa juga mendaftar di PTN yang saya tuju. saya mencari kesibukan lain. Nah, seperti yang telah saya katakan tadi, Kawan, saya ini tak tahu malu, dan dengan sintingnya  saya telah mendaftarkan diri saya pada perlombaan cerpen IsEF yang diadakan oleh ITB. Jadi, insting gila saya ini mengatakan, kalau saja, sekali lagi, kalau saja naskah saya menang paling tidak saya bisa mendaftar SnMPTN(ini adalah target awal kawan, setidaknya bisa mendaftar SnMPTN sudah kerenlah wong saya ini orang ndak punya J)
Namun, lagi dan lagi alam mengejek saya. Keyboard saya tiba-tiba rusak. Believe it or not, entah ini disengaja oleh alam atau tidak, semua toko yang saya kunjungi kehabisn stok keyboard.
keadaan semakin memburuk manakala saya mengingat hanya mantan pacar sayalah, satu-satunya manusia yang saya kenal yang punya komputer(saya ini memang tinggal di kampung semi primitive!)
Maka datanglah saya ke rumah mantan pacar saya, tentunya saya tinggal dulu wajah saya di rumah. Di depan sang mantan, kepala saya tekuk 90' dan tangan saya meremas-remas ujung jilbab(come on, ini lebih berat dari pada harus nonton film Rumah Dara!)
25 Mei 2010, saya ditelfon kakak saya dari Bali, katanya, saya lolos seleksi beasiswa. Emak saya heran mengapa kakak saya yang ada di Bali bisa tahu, maka berkisahlah saya seputar "INTERNET", dan seperti yang telah saya duga sebelumnya Kawan, pembicaraan seputar Internet dengan emak selalu saja tak berujung.

Mengapa Lelaki(Kau) Begitu Menyebalkan???!

Huh, bingung harus mulai dari mana... Yang jelas benar-benar aku kesal padamu!

                       ***Aku membayangkan bahwa itu dirimu, saat aku menggambarnya~~


Aku lupa bagaimana awalnya aku mulai menyukaimu, yang kuingat, aku gemar menjadikan namamu dalam tokoh cerpen-cerpenku. Entah bagaimana, aku suka. Menyenangkan sekali membayangkan adegan-adegan yang dialami tokoh dalam tulisanku itu, dengan cara meminjam rupamu. Ya, rupamu yang begitu menyebalkan itu!!! Tapi aku senang. Bagaimana bisa? Begitulah adanya.
You're so plain, so boring, so annoying... But I like you still! shit! :D

Dulu beberapa kali kubuat status dalam Facebook, begini, "Jangan buat aku masuk ke duniamu, jika Kau hendak menikamku kelak!" lantas, tak pahamkah dirimu jika itu 'benar-benar' kutujukan padamu! kenapa juga setelah kau buat aku terjerembab ke dalam, kau lantas hendak pergi. Lucu sekali. Bagaimana bisa orang sebaik dirimu lantas membiarkanku sendirian terjerembab tak bisa keluar? Ya, bukan begitu maksudmu. Kau yang baik mana mungkin bermaksud begitu kejam, bukankah itu bukan gayamu. Bukankah Kau sendiri juga bilang bahwa kutukan yang kubuat masih melekat padamu, bahwa kau selamanya akan selalu tak tega berbuat jahat padaku, bahwa kau tak bisa menyukai gadis yang lain, begitulah kutukan yang kubuat. Dan katamu kutukan itu manjur! Ah, tentu aku harusnya percaya pada alasanmu hendak pergi itu. Sungguh, bukannya kau itu kejam, hanya saja kau memang tak tega, begitu kan maksudmu? Lucu sekali jika kuingat kata-katamu, jika lusederhanakan kalimatmu itu, maka akan diperoleh statemen seperti ini: Kau takut mencintaiku! benar-benar lucu sekali, dan menyebalkan!

Mengapa selalu saja ada model pria yang takut mereka mengecewakan gadisnya? Mengapa pria tak pernah menggunakan perasaannya, sekali saja, untuk merenungkan, sungguh, jika dia memang benar-benar dicintai gadisnya, seperti apapun jadinya, gadis itu tetaplah menyukainya. karena sifat dasar cinta yang juga sangat menyebalkan-menurutku- adalah 'tanpa syarat'. Ya, cinta itu tanpa syarat!
Beberapa minggu lalu, seorang teman lelaki menanyaiku, siapakah dia di mataku, dan apakah lelaki yang kusukai itu begitu membahagiakan hidupku sepanjang hari? apa yang dilakukan lelaki itu dalam membahagiakanku sepanjang hari?
Aku tersenyum sebentar, kemudian kubalas pesan singkat itu dengan,

Sabtu, 11 Agustus 2012

Memoar Pendek Seorang Pemimpi Bagian Dua


2. Memoar Pendek Bagian Dua
 
Saya tidak lagi tinggal di desa terpencil, saya tinggal di Surabaya sekarang. Lebih tepatnya saya sedang berusaha membetahkan diri untuk tinggal di rumah paman saya, karena paling tidak selama empat tahun kedepan di sinilah tempat saya. Kawan, saya diterima di Universitas Negeri Surabaya lewat jalur Beasiswa Bidik Misi! Sedikit mengejutkan memang, sebelumnya saya tak pernah mengira saya bisa melanjutkan kuliah dikarenakan sebab yang juga sangat klise, saya miskin. Sebelumnya saya dan emak sudah sepakat bahwa saya akan membantunya berjualan marning di pasar. Hingga suatu hari pak Muhadi, guru bahasa Inggris saya, memberitahukan bahwa Dikjen Dikti menawarkan beasiswa penuh untuk siswa miskin berprestasi. Maka saat itu juga saya banting setir, saya tak lagi rajin ke pasar, saya menjadi rajin menghadap layar komputer saat itu, mencari info sebanyak-banyaknya seputar beasiswa Bidik Misi. Rasanya saya juga tak pernah letih membaca artikel tentang beasiswa baru itu, pagi hari saya membacanya, nanti sorenya saya baca lagi, menjelang tidur kembali saya membacanya lagi, hingga tema dalam mimpi saya pun tak jauh-jauh dari beasiswa Bidik Misi. Saya teramat bersemangat ingin kuliah, entah mengapa.
Maka, pada awal bulan Maret 2010 saya sudah mulai mempersiapkan berkas-berkas yang hendak saya kirim ke PTN yang saya tuju. Saya mulai sibuk memfoto kopi sertifikat, surat pajak bumi bangunan, rekening listrik bulan terakhir, rapor dari smester pertama, dan meminta surat keterangan tidak mampu kepada kepala desa. Serangkaian hal yang sepele kelihatannya, namun lagi dan lagi seolah Tuhan selalu ingin menguji kekompetenan saya. Hal-hal yang seharusnya sangat mudah untuk dilakukan menjadi berkali lipat lebih berat. Seperti tempat-tempat foto kopi yang sering tutup, Kartu Keluarga saya yang rancu(saya dijelaskan berjenis kelamin laki-laki di sana), hingga menjelang pengiriman berkas yang serba pelik. Hujan deras, kantor pos hampir tutup, pak pos yang sensitif dan uang saya yang hampir habis, huft… Gangguan kecil namun jika datang bersamaan tetaplah terasa berat. Namun bagaimanapun, sepelik apapun gangguan yang Tuhan kirimkan, itu tak berarti apa-apa karena saya diganjar dengan seribu kali lebihnya, saya lolos seleksi! Saya, seorang calon Mahasiswa!
***
Entah mungkin karena rindu pada emak, atau mungkin saya gadis desa tulen yang sulit menyesuaikan diri hidup di kota, saya sering menangis sendirian usai makan sahur. Saat saya menangis sendirian di kamar, saya terbiasa membuka catatan harian seorang teman maya saya yang sangat kreatif, Haris Firmansya namanya. Jika saya sedang bersedih kemudian membaca cacatannya di facebook yang dinamai Cacatan Harisan(dengan bermacam-macam sub bab), maka saya akan tertawa dan lupa kesedihan saya. Sama sekali tidak berlebihan jika saya berjanji kepada diri saya sendiri, kelak, jika Haris sudah menerbitkan buku, saya akan membelinya, semahal apapun buku itu. Dan sekitar 8 bulan setelahnya saya sudah memegang buku karangan Haris yang perdana dengan judul Cacatan Harisan.

Bulan Agustus, September, hingga November kegiatan saya masih sama. Kuliah, membetahkan diri berada di kota, dan membaca catatan Haris di facebook. Membaca Cacatan Harisan bagi saya bukan lagi semata-mata sebagai obat jika saya sedang bersedih melainkan juga sebagai media belajar saya seputar model-model tulisan nonfiksi. Jika sebelumnya orang berasumsi bahwa tulisan nonfiksi itu membosankan maka ini sangat berlawanan dengan apa yang ditulis oleh Haris, secara sepihak saya angkat Haris menjadi guru menulis kedua saya setelah Rilnia Metha Sofia. Terima kasih untuk Haris yang telah mengajari saya meski dengan cara yang tak sengaja. Terima kasih juga berkat ilmu yang saya dapat darimu di bulan Desember 2010 saya mendapatkan kebahagiaan yang tak terduga.