Sabtu, 11 Agustus 2012

Memoar Pendek Seorang Pemimpi Bagian Dua


2. Memoar Pendek Bagian Dua
 
Saya tidak lagi tinggal di desa terpencil, saya tinggal di Surabaya sekarang. Lebih tepatnya saya sedang berusaha membetahkan diri untuk tinggal di rumah paman saya, karena paling tidak selama empat tahun kedepan di sinilah tempat saya. Kawan, saya diterima di Universitas Negeri Surabaya lewat jalur Beasiswa Bidik Misi! Sedikit mengejutkan memang, sebelumnya saya tak pernah mengira saya bisa melanjutkan kuliah dikarenakan sebab yang juga sangat klise, saya miskin. Sebelumnya saya dan emak sudah sepakat bahwa saya akan membantunya berjualan marning di pasar. Hingga suatu hari pak Muhadi, guru bahasa Inggris saya, memberitahukan bahwa Dikjen Dikti menawarkan beasiswa penuh untuk siswa miskin berprestasi. Maka saat itu juga saya banting setir, saya tak lagi rajin ke pasar, saya menjadi rajin menghadap layar komputer saat itu, mencari info sebanyak-banyaknya seputar beasiswa Bidik Misi. Rasanya saya juga tak pernah letih membaca artikel tentang beasiswa baru itu, pagi hari saya membacanya, nanti sorenya saya baca lagi, menjelang tidur kembali saya membacanya lagi, hingga tema dalam mimpi saya pun tak jauh-jauh dari beasiswa Bidik Misi. Saya teramat bersemangat ingin kuliah, entah mengapa.
Maka, pada awal bulan Maret 2010 saya sudah mulai mempersiapkan berkas-berkas yang hendak saya kirim ke PTN yang saya tuju. Saya mulai sibuk memfoto kopi sertifikat, surat pajak bumi bangunan, rekening listrik bulan terakhir, rapor dari smester pertama, dan meminta surat keterangan tidak mampu kepada kepala desa. Serangkaian hal yang sepele kelihatannya, namun lagi dan lagi seolah Tuhan selalu ingin menguji kekompetenan saya. Hal-hal yang seharusnya sangat mudah untuk dilakukan menjadi berkali lipat lebih berat. Seperti tempat-tempat foto kopi yang sering tutup, Kartu Keluarga saya yang rancu(saya dijelaskan berjenis kelamin laki-laki di sana), hingga menjelang pengiriman berkas yang serba pelik. Hujan deras, kantor pos hampir tutup, pak pos yang sensitif dan uang saya yang hampir habis, huft… Gangguan kecil namun jika datang bersamaan tetaplah terasa berat. Namun bagaimanapun, sepelik apapun gangguan yang Tuhan kirimkan, itu tak berarti apa-apa karena saya diganjar dengan seribu kali lebihnya, saya lolos seleksi! Saya, seorang calon Mahasiswa!
***
Entah mungkin karena rindu pada emak, atau mungkin saya gadis desa tulen yang sulit menyesuaikan diri hidup di kota, saya sering menangis sendirian usai makan sahur. Saat saya menangis sendirian di kamar, saya terbiasa membuka catatan harian seorang teman maya saya yang sangat kreatif, Haris Firmansya namanya. Jika saya sedang bersedih kemudian membaca cacatannya di facebook yang dinamai Cacatan Harisan(dengan bermacam-macam sub bab), maka saya akan tertawa dan lupa kesedihan saya. Sama sekali tidak berlebihan jika saya berjanji kepada diri saya sendiri, kelak, jika Haris sudah menerbitkan buku, saya akan membelinya, semahal apapun buku itu. Dan sekitar 8 bulan setelahnya saya sudah memegang buku karangan Haris yang perdana dengan judul Cacatan Harisan.

Bulan Agustus, September, hingga November kegiatan saya masih sama. Kuliah, membetahkan diri berada di kota, dan membaca catatan Haris di facebook. Membaca Cacatan Harisan bagi saya bukan lagi semata-mata sebagai obat jika saya sedang bersedih melainkan juga sebagai media belajar saya seputar model-model tulisan nonfiksi. Jika sebelumnya orang berasumsi bahwa tulisan nonfiksi itu membosankan maka ini sangat berlawanan dengan apa yang ditulis oleh Haris, secara sepihak saya angkat Haris menjadi guru menulis kedua saya setelah Rilnia Metha Sofia. Terima kasih untuk Haris yang telah mengajari saya meski dengan cara yang tak sengaja. Terima kasih juga berkat ilmu yang saya dapat darimu di bulan Desember 2010 saya mendapatkan kebahagiaan yang tak terduga.

Saya masih suka belajar bahasa Inggris, tapi lebih tertarik pada belajar menulis. Saya gemar mengikuti lomba-lomba menulis yang infonya membludak di internet. Tak peduli seberapa sering saya kalah, saya tetap bersikeras mengikuti berbagai event lomba. Seseorang mengatakan bahwa jika kita teramat sering mengalami kekalahan, maka kekalahan berikutnya tidak akan berarti apa-apa. Pertama kalinya saya mengikuti lomba kepenulisan adalah pertama kalinya saya menjadi juara 3 tingkat nasional, namun kedua kalinya hingga kesekian kalinya saya mengalami kekalahan. Jika bisa saya lukiskan kekecewaan saya ataupun kesedihan saya dikala kalah, pastilah amat menyayat hati. Saat seseorang berharap menang namun didera kekalahan orang tersebut biasanya berpandangan sempit pada dunia, berburuk sangka pada apapun yang bisa dikambing hitamkan, dan enggan berjuang kembali, itulah yang saya rasakan. Hingga suatu hari saya berucap pada diri saya sendiri,
 “buatlah kegagalan sebanyak mungkin, hingga kau kebal, hingga kau rasa kegagalan itu merupakan suatu kebiasa-biasa sajaan, hingga kegagalan berikutnya tak bakal menyiutkan nyalimu, hingga habis sudah stok gagal yang ada dalam hidupmu, maka tinggallah kesuksesan yang tersisa”
            Saya bangkit dengan sejuta harapan dan semangat yang meluap-luap. Saya bertekad bulat akan mengikuti lomba lagi, untuk yang kesekian kalinya. Entah berhasil entah gagal saya belum mau peduli. Kali ini lomba yang ingin saya ikuti adalah lomba menulis pengalaman pribadi yang berkesan selama tahun 2010. Event ini diadakan oleh Yahoo! Indonesia, maka tak mengherankan jika hadiah yang ditawarkan pun sangat menggiurkan, pemenang pertama mendapatkan Apple iPad, sedang kala itu iPad masih barang langka di Indonesia, sedang apa itu iPad saya pun masih belum tahu.
            Saya masih belum mempunyai laptop, maka saya hanya menggunakan buku tulis kosong untuk latihan menulis dan menulis guna menyongsong lomba yang diadakan oleh Yahoo! Indonesia tersebut. Pagi-pagi sekali setelah bangun tidur saya belajar menulis, di kampus jika ada jam kosong saya gunakan untuk latihan menulis, pulang kuliah jika menganggur saya juga akan menulis.
Buku tulis yang tebalnya sekitar 32 halaman itu sekarang sudah usang sekali, usang karena terkena tangan saya yang selalu berkeringat dan tampak sangat jelek karena ditulisi oleh saya yang tulisannya kelewat artistik, namun lebih dari pada itu semua, buku itu adalah buku bernilai tinggi. Buku itu adalah bukti konkrit tentang metode belajar yang tak selalu dan melulu “menerima”/”mengonsumsi”, belajar seharusnya juga “menciptakan” dan sekaligus membuktikan bahwa belajar memang tak pernah ada selesainya. Meski saya sudah tidak menerima mata pelajaran bahasa Indonesia maupun sastra di pendidikan formal saya yang sekarang, proses belajar bagi saya tetap dan terus berlanjut.
***
Saat itu tanggal 3 Desember 2010 pukul 02.00 WIB, dini hari. Saya terbangun karena mendengar Guntur bergemuruh. Saya kaget sekali karena tak hanya ada suara Guntur, melainkan suara hujan deras yang amat, suara kentongan bertalu-talu, dan suara berisik tetangga sekitar. Saya semakin kaget melihat bibi saya berlari ke lantai bawah. Saya mengikuti beliau dan bertanya, ada apa ini?
Bibi menjelaskan bahwa mungkin saja akan terjadi banjir. Kapasitas hujan yang turun teramat banyak. Saat kami tiba di lantai bawah, dapur dan ruang tamu sudah tergenang air setinggi tungkai. Kami panik dan mulai memindahkan barang-barang ke tempat yang lebih tinggi. Dua jam setelahnya air sudah setinggi lutut dan air hujan beserta air got bercampur menjadi satu memenuhi rumah.
Sekarang kami bekerja bertiga bersama paman saya. saya kebagian tugas mengangkat barang-barang elektronik ke lantai atas. Kalau boleh saya mengeluh saya akan sangat mengeluh sekali, saya lelah, sangat-sangat lelah. Paman dan bibi saya berlipat kali lebih lelah dari saya pastinya, maka saya sama sekali tak pantas untuk mengeluh dan kelelahan. Sementara itu, hari ini adalah deadline pengiriman naskah ke Yahoo! Indonesia, saya benar-benar tak punya harapan!
 Menjelang pukul 07.00 WIB air mulai surut, pekerjaan baru menanti, kami membersihkan lumpur yang tertinggal di lantai, mencuci perabot-perabot rumah yang terkena banjir, dan menjemur beberapa barang ke luar. Semua membutuhkan tenanga ekstra, saya sampai tak berani membayangkan untuk pergi kuliah. Bagaimana bisa saya meninggalkan paman dan bibi saya yang sudah kelewat letih dengan tumpukan pekerjaan yang melelahkan sekaligus menjijikkan ini? Akhirnya saya pun memutuskan untuk tidak masuk kuliah.
Pukul 11.30 WIB.
Saya sangat ingin berangkat kuliah. Tak peduli saya sudah ketinggalan dua mata kuliah, tak peduli jika saya berangkat berarti saya hanya akan mendapat satu mata kuliah, tak peduli badan saya capek sekali, benar-benar saya tak peduli. Saya hanya ingin berangkat kuliah. Maka, bergegaslah saya bersiap-siap dan berangkat.
***
Di jalan, saya tanyai diri saya sendiri, kenapa saya ingin pergi ke kampus? Saya menjawab,
Di daerah ini ‘kan sudah terjadi banjir, tak bakal ada rental yang buka. Setidaknya jika aku mau sedikit saja berlelah-lelah pergi ke kampus aku akan dapat dua kesempatan sekaligus! Kesempatan mengirim naskah lewat meminjam laptop teman dan kesempatan menerima satu mata kuliah! Bukankah aku cinta kesempatan?
***
Kawan, bukankah Tuhan pernah berfirman yang kurang lebih maksudnya adalah, “Allah maha tahu,sedang makhluknya tidak”, maka perihal saya yang kelewat rajin menulis satu kisah di buku usang 32 halaman itu, adapun Tuhan telah merencanakan hal yang besar di sana. Pertama, Tuhan tahu bahwa pada tanggal 1 Desember saya teledor meninggalkan flash disk saya di rental komputer, yang menyebabkan flash disk saya hilang dan saya tidak punya soft copy naskah yang hendak saya kirim ke Yahoo! Kedua, Tuhan tahu bahwa saat saya dalam proses mengetik naskah di hari deadline, waktu saya sangat terbatas karena saya pinjam laptop teman, maka paling tidak jika saya ingin menulis dengan cepat saya wajib hafal di luar kepala isi naskah saya tersebut. Itulah mengapa Kawan, dengan sangat rapinya Tuhan telah merencanakan sesuatu di balik sesuatu. Yang sama sekali tak diketahui oleh mahkluknya, sekali pun dia yang bersangkutan, seperti saya. Mana tahu saya, jika saya keranjingan menulis satu naskah dengan lebih dari 3 revisi adalah agar saya hafal di luar kepala isinya. Subhanallah…
***
Tanggal 3 Desember 2010, sekitar pukul empat sore. Saya meminjam laptop milik Laylatul Fitria, teman sekelas saya, untuk mengetik sekaligus mengirimkan naskah. Lila, begitu nama panggilannya, menunggui saya meski kampus sudah semakin sepi, Lila juga berdoa untuk nasib naskah saya. Jika teringat lagi tentang kebaikan teman yang baru saja saya kenal itu, rasanya seribu kali berterima kasih pun tak juga bakal cukup.
***
Tanggal 14 Desember 2010,  saya pulang kuliah agak telat. Begitu sampai di rumah, sudah masuk waktu magrib, maka saya sholat tanpa mandi dahulu. Selesai sholat saya iseng membuka e-mail, dan saya langsung gemetar hebat begitu membaca satu e-mail yang memberitahukan  bahwa saya menjadi pemenang pertama pada kompetisi menulis yang diadakan oleh Yahoo! Indonesia. Karena tak yakin dengan isi e-mail itu, saya langsung pergi ke warnet terdekat, juga tanpa mandi dahulu.
Sampai di warnet, saya masih gemetar. Menekan tombol on juga gemetar, memegang mouse apa lagi. Berkali-kali saya meng-klik ikon mozilla firefox namun selalu ikon Microsoft word yang saya klik. Saya tak ubahnya maling kelas coro yang hendak mencuri keyboard. Setelah berhasil membuka jendela internet, saya langsung membuka e-mail, dan betapa mengagetkannya ternyata e-mail yang barusan saya buka di ponsel, masih sama bunyinya. Saya gugup, khawatir dan senang, lantas saya menelpon kakak saya dan memintanya untuk membuka e-mail saya. Yang saya khawatirkan, e-mail tersebut adalah e-mail penipuan.
Dari seberang, kakak saya mengucap syukur berkali-kali, tanda bahwa kakak saya tahu bahwa e-mail tersebut benar adanya. Saya pun rasanya ingin bersyukur sepanjang jalan pulang dari warnet. Malam itu hujan lebat dan angin bertiup kencang, bolehlah orang lain menggigil kedinginan, namun hati saya bak api unggun hingga sedingin apapun udara menusuk tulang, semuanya menter. Saya bahagia, maka saya hangat.
Lagi, pembelajaran yang saya lakukan mendatangkan manfaat. Terima kasih untuk Haris Firmansyah yang sudah menulis Cacatan Harisan. Terima kasih untuk semua tulisan-tulisan konyolnya yang menghibur dan memberi pelajaran kepada saya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar